Yang namanya mudik selalu menyisakan kisah suka dan duka dan itu memang sudah jadi semacam tradisi dari mudik itu sendiri. Jangan disebut mudik kalau ga ada kemacetan dan juga kisah lainnya yang mungkin akan membekas dihati kita sampai saat ini.
Satu pengalaman mudik yang mungkin memang sudah direncanakan oleh Tuhan sehingga saya harus mengalaminya dan itu terjadi dengan kondisi yang sama ketika pas balik.
Kisah ini terjadi sekitar tahun 2004, sudah 6 tahun lamanya tapi mempunyai kenangan yang tidak akan membuat saya lupa, karena perjalanan ini harus membuat kaki saya pegalnya minta ampun.
Berangkat dari sekitar pukul 07 malam, dan baik bis umum ekonomi karena jurusan Merak-Cirebon jarang sekali dapat yang ada fasilitas AC nya, dan sudah tahu sendiri yang namanya bis ekonomi sudah barang pasti berjubel mulai dari penumpang hingga pedagang asongan.
Bis benar-benar berangkat sekitar pukul 08 malam, dan rasa panas sudah mulai saya rasakan untungnya kipas sudah dipersiapkan sebelumnya, prediksi bahwa di tol Jakarta-Merak bakal macet benar-benar kejadian sehingga nyampe di Slipi kurang lebih pukul 12 malam.
Namun entah kenapa penumpang dibis yang saya tumpangi secara tiba-tiba diturunkan didaerah Slipi tersebut dan harus berganti dengan mobil dengan jurusan yang sama, sudah bisa dipastikan ketika saya naik bis pengganti yang ada adalah penuh sesak dan saya sendiri kebagian tempat dibelakang dekat mesin.
Bisa dibayangkan ketika rasa kantuk mendera, mau duduk ga bisa karena ketika saya paksain rasa hangat dan sedikit panas menjalar (maaf) dipantat saya, akhirnya dengan sangat terpaksa saya musti berdiri sambil tangan memegang besi untuk menjaga keseimbangan badan, dan itu harus saya jalani hingga perbatasan Cirebon-Indramayu dan saya baru benar-benar bisa merasakan duduk sekitar pukul 04 pagi.
Ini adalah mudik yang paling sengsara buat saya karena harus tidur dalam keadaan berdiri walau terkadang harus sesekali badan saya oleng kanan kiri (hahahaha).
Dan ternyata kejadian mudik ini harus terulang kembali ketika saya harus balik lagi keserang, tepatnya di daerah Indramayu kebetulan ada beberapa penumpang naik dan ketika para penumpang bergeser ketengah ada seorang ibu-ibu yang berdiri, dan dengan dalih prikemanusiaan akhirnya saya mempersilakan si ibu tersebut duduk dikursi yang saya tempatin sebelumnya.
Tahukah apa yang terjadi, ternyata harapan saya semoga ada penumpang yang turun didaerah subang atau sebelum tol Cikampek benar-benar tidak terjadi kalaupun ada yang turun adanya dibarisan depan atau belakang bukan barisan tengah tempat saya berdiri, dan akhirnya saya mengalami kejadian berdiri selama berjam-jam didalam bis hahahahah.
Seperti kena kutukan saya baru bisa duduk ya didaerah yang sama ketika saya mudik harus berganti mobil yaitu didaerah Slipi, Jakarta.
Kalau inget kejadian tersebut terkadang ada perasaan kesal sama mobil bis yang saya tumpangi, sudah bayar sama dengan yang lain (maksudnya yang duduk) ditambah harganya 3 kali lipat dari biasanya plus berdirinya itu yang kagak nahan, iya kalau yang berdiri disamping saya bidadari cantik lha ini aduh seangkatan saya semua alias bapak-bapak kabeh hehehehehe.
Tapi itulah mudik lebaran kalau ga ada kejadian macet atau diturunin ditengah jalan atau apapun namanya bukanlah namanya mudik, tapi semoga saja transportasi kita kedepan nantinya makin membaik memberikan kenyamanan buat para penumpangnya sehingga nilai uang yang harus dibayar sepadan dengan nyamannya naik kendaraan tersebut.
Dan akhirnya saya berangan-angan…kapan bisa punya mobil pribadi ?????
Kekekekekekkk, buat yang mudik selamat mudik ya..ati-ati dijalan…
bisa bisa pulang ke rumah sudah naik betis 😛
hahahahhaha betisnya dah kayak besi berdiri kaku kekekeke
Hhmmm…
waktu awaL kuLiah duLu, aku juga sering berdiri di bis ekonomi dari Semarang-Purbalingga.. kira-kira 5-6 jam.. seLalu kehabisan tiket AC kaLo mw mudik…
sekarang kaLo mudik udah rada nyaman, meski bok*ng tetep aja panas, di atas sadeL sampe 4-5 jam…
om ikutkan acara mudik blogor ajaaaa
besok selasa saya baru mudik hehehee
jadi sebenernya makna mudik itu untuk apa kalau mesti berdesak-desakan seperti itu?
sabar…sabar. yang penting bisa ambil hikmahnya
Alhamdulillah, maaf bukan saya gembira dengan kondisi si om, cuma kalo dibandingkan dengan saya, memang seharusnya si om gembira…, mau tahu pengalaman saya? Aduh… Jangan cerita ah,… Takutnya ada yang lebih parah dari saya, hahaha kan jadi malu. Biarlah kami nikmati saja perjalanan kesurabaya naik kereta super ekonomi kuadrat 2 ini.
Tapi…….AnehNya Aku masih sempet ngasih kommentar loh di blognya omiyan, parah banget…
Oh… Indonesia ku setengah sayang, indonesia ku super malang
yah..itulah “seni” dari mudik om..
mungkin bagi kita kejadian itu terlihat buruk, tetapi justru menjadi pengalaman yang sulit dilupakan..
yang penting kan bisa ketemu keluarga tercinta…
hehehe…
salam..apa kabar?..
Saya bisa membayangkan rasanya manakala duduk di dekat mesin yang panas…
Angkutan umum yg kecil juga begitu…
Duduk didepan juga panas, karena mesin tepat dibawah pantat, mana penutupnya nggak rapi.
Sepanjang jalan seperti disemprot pakai uap panas.
Selamat mudik aja Om…
selamat berlebaran ya om 😀
Assalaamu’alaikum Omiyan..
Saya hadir dengan takzim untuk berkunjung menemui sahabat bagi mengucapkan:
Andai langkah berbekas lara . Andai kata merangkai dusta. Andai tingkah menoreh luka. Andai bahasa membedah jiwa. Maaf dipohon seribu ampun. Dari jauh ku kirim salam. Kuhulur tangan memohon kalam. Buatmu sahabat, di hari mulia kita bermaafan. MAAF ZAHIR DAN BATHIN.
Taqabbalallohu minna wa minkkum. Kullu am wa antum bikhairiin.
SELAMAT HARI RAYA
Salam Ramadhan Yang Barakah dan Salam Aidil Fitri Yang Bahagia.
Wah wah… mungkin sebagai alternatif, sekali-sekali nyoba gak mudik, Mas?